Fun Based Learning Sebagai Inovasi Pembelajaran Dalam Meminimalisir Kelemahan Team Based Learning



TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER
PENGEMBANGAN MODEL-MODEL DAN MEDIA PEMBELAJARAN SOSIOLOGI

Judul                                        : Fun Based Learning Sebagai Inovasi Pembelajaran Dalam Meminimalisir Kelemahan Team Based Learning
Nama                                      : Fani Julia Putri
NIM                                        : 1605649
Program studi dan jenjang  : Pendidikan Sosiologi/S2
E-mail                                     : fani.juliaputri@student.upi.edu

Pengantar     
            Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan keberadaannya sangat dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mengingat kajian utama sosiologi adalah masyarakat, maka setiap individu harus dapat mempelajari ilmu mengenai masyarakat agar dapat beradaptasi dan bertahan hidup dalam berbagai kondisi di masyarakat. Ilmu tersebut salah satunya didapat dari pembelajaran sosiologi.
            Pembelajaran sosiologi berkaitan dengan gejala sosial, fungsi sosiologi, permasalahan sosial, konflik, struktur sosial dan hal lain yang berkaitan dengan masyarakat. Pembelajaran sosiologi haruslah dinamis disesuaikan dengan perkembangan masyarakat saat ini. Pembelajaran sosiologi harus menyenangkan dan bervariatif agar peserta didik tidak bosan.  Ada berbagai macam strategi, metode dan media yang dapat digunakan dalam pembelajaran sosiologi.
            Paper ini memaparkan mengenai strategi pembelajaran TBL ( Team Based Learning)  dalam menumbuhkan rasa tanggung jawab peserta didik yang dimuat dalam  Student Accountability in Team Based Learning Classes”. (Rachel Stein, dkk, 2016). Penulis melakukan analisis terhadap jurnal tersebut dengan membandingkan menggunakan jurnal lain serta dari pendapat penulis.  Paper ini mencakup mengenai cara, langkah-langkah maupun kelebihan dan kekurangan dari TBL ini. Selain itu, penulis memaparkan solusi pembelajaran sosiologi berupa sebuah inovasi strategi pembelajaran yang menyenangkan.
Isi Artikel
1.    Team Based Learning merupakan strategi pembelajaran instruksional.
Maksudnya adalah pembelajaran kelompok peserta didik yang mengikuti arahan dari pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang memenuhi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. TBL mengharuskan pendidik untuk memahami strategi pembelajaran TBL dan juga peserta didik harus siap dengan pembelajaran yang aktif melalui TBL.
2.    Team Based Learning berfokus pada diskusi kelompok dan kelas.
Diskusi kelompok dan kelas yang dilakukan oleh peserta didik dengan cara mempelajari dan menggunakan informasi yang diperoleh melalui kolaborasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3.    Tim dari TBL dibentuk dari tingkat kedekatan dan tingkat ketergantungan peserta didik juga dari variasi potensi yang heterogen
4.    Terdapat tiga langkah dalam TBL ini yaitu :
a.    Persiapan Pra-Kelas yang meliputi tes individu, tim, pertimbangan tertulis, umpan balik
b.    Penilaian kesiapan individu yaitu berupa tes konsep utama sekitar 45 menit sampai 75 menit
c.    Penerapan konsep mata pelajaran yaitu pendidik membimbing peserta didik untuk kembali pada materi dengan mengajukan pertanyaan dan juga mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi.
5.    Terdapat tiga tahap untuk mengukur akuntabilitas peserta didik dalam TBL, yaitu :
a.    Persiapan pra-kelas individu
b.    Memberikan kontribusi tim
c.    Kinerja tim berkualitas tinggi
Tahapan-tahapan tersebut dinilai melalui proses penilaian antar teman.
6.    Untuk dapat melatih tanggung jawab peserta didik dalam pembelajaran dibutuhkan dorongan tindakan kolektif yaitu berupa reward dan punishment dalam setiap kelompok.
7.    Akuntabilitas peserta didik dapat dipengaruhi oleh tekanan sosial yang berasal dari pendidik maupun dari teman dan tekanan sosial yang lebih besar tentu saja bersal dari teman.
8.    Dalam jurnal ini dilakukan penelitian terhadap tiga kelas yang dilakukan pembelajaran TBL selama satu semester.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dari setiap kelas TBL dilakukan kemudian dievaluasi melalui penilaian antar teman, meliputi top performer dan week performer, dengan kehadiran, keaktifan dan kontribusi di sebuah kelompok menjadi patokan utama. Kriteria top perform meliputi etos kerja, inisiatif, kehandalan dan kecerdasan mereka. Sedangkan week performer diberikan kepada mereka yang sering tidak hadir di kelas sehingga tidak memberikan banyak kontribusi bagi kelompok. Selain itu, temuan lain dalam penelitian ini meliputi perilaku-perilaku mengganggu dan mengacaukan yang dilakukan oleh beberapa orang anggota dalam kelompok. Sehingga akan selalu ada hambatan dalam penerapan TBL yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas peserta didik, yaitu:
a.    Struktur kelas
Tata letak ruangan dan fleksibilitas tempat duduk memainkan peran besar dalam bagaimana tim berinteraksi.
b.    Hambatan interpersonal
Perasaan malu individu yang mengarah kepada membangun komunikasi yang efektif dalam tim. Individu yang introvert atau pemalu terkadang merasa kesulitan dalam diskusi tim.
Pembahasan
Analisis penulis terhadap pendekatan pembelajaran Team Based Learning (TBL) yang meningkatkan akuntabilitas peserta didik dikaji melalui dua sudut pandang yaitu sudut pandang mengenai kelebihan dari TBL serta kekurangannya.
Jurnal yang membahas mengenai penerapan pembelajaran TBL yang mempengaruhi akuntabilitas peserta didik memberikan beberapa kelebihan yang jika dibandingkan dengan metode pembelajaran ceramah atau metode konvensional lainnya, kelebihan tersebut diantaranya:
1.      Mengasah kemampuan analisis peserta didik
Dalam tahapan-tahapan pembelajaran TBL untuk meningkatkan akuntabilitas peserta didik dikemukakan beberapa tahapan salah satunya adalah pendidik memberikan suatu permasalahan yang harus diselesaikan oleh kelompok tersebut sehingga masing-masing anggota kelompok harus berdiskusi bertukar pikiran untuk menghasilkan sebuah analisis yang mendalam. Hal tersebut akan sulit didapatkan ketika pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah saja, sebagaimana menurut Muthmainnah (Muthmainnah, 2013) pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah (lecturing) hanya membuat peserta didik sebatas memahami sambil membuat catatan. Pendidik menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu satunya sumber ilmu. Pola pembelajaran dosen aktif dan peserta didik pasif ini mempunyai efektifitas pembelajaran yang rendah. Efektivitas pembelajaran umumnya terbatas, terjadi pada saat-saat akhir mendekati ujian serta pembelajaran yang diterapkan saat ini berfokus pada pemahaman materi saja. Metode pembelajaran tersebut belum mampu mengasah kemampuan analisis peserta didik, kepekaan terhadap permasalahan, melatih pemecahan masalah, serta kemampuan mengevaluasi permasalahan secara holistik (Huggins dan Stamatel, 2015). Sehingga TBL sangat terlihat jelas lebih unggul dalam mengasah kemampuan analisis peserta didik jika dibandingkan dengan metode ceramah.
2.      Meningkatkan keterampilan verbal peserta didik
Pembelajaran TBL yang berupaya meningkatkan akuntabilitas peserta didik jika dikaji  lebih jauh memiliki keterhubungan dengan pembelajaran kelompok kooperatif. Keterhubungan tersebut dapat pula meningkatkan keterampilan verbal para peserta didik, melalui diskusi antar anggota kelompok yang mengharuskan setiap peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya minimal di hadapan teman-teman satu kelompok dan lebih jauh lagi keterampilan verbalnya akan terlatih melalui kegiatan presentasi di hadapan kelas serta kemampuan tanya jawab secara spontan. Sebagaimana dalam jurnal Educare (Emman, 2008) yang menyatakan bahwa, belajar berkelompok secara kooperatif, peserta didik dilatih  dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggungjawab, saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat dan belajar menyadari kelebihan dan kekurangan masing- masing.
3.      Meningkatkan tanggung jawab atau akuntabilitas peserta didik.
Tanggung jawab  adalah proses mengambil keputusan terbaik dalam batas-batas norma sosial dan efektif, untuk  meningkatkan hubungan antar manusia yang positif (Adiwiyoto, 2001). Tanggung jawab peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang baik memiliki  peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, yang apabila dikehendaki peningkatan mutu pembelajaran di sekolah maka dibutuhkan tanggung jawab yang lebih besar dalam pelaksanaan proses pembelajaran (Akatdianto, 2012). Peningkatan kemampuan bertanggung jawab dalam pembelajaran Team Based Learning (TBL), yaitu dengan adanya proses persiapan pra-kelas individu, memberikan kontribusi  dalam tim, kemudian meningkatkan kinerja tim yang berkualitas tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya hubungan sosial yang akan meningkatkan tanggung jawab peserta didik.
4.      Meningkatkan hubungan interpersonal antar peserta didik
Hubungan interpersonal adalah keseluruhan hubungan baik yang bersifat formal atupun informal yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam berbagai situasi dengan tujuan untuk mengebangkan rasa bahagia dan rasa puas serta mengembangkan hasil yang lebih produktif (Effendi, 1998). Hubungan interpersonal dapat tercipta melalui kounikasi yang intens antar peserta didik yang dilakukan elalui diskusi kelopok yang dala pebelajaran TBL.
Berpindah ke sisi yang lain dalam menganalisis TBL untuk meningkatkan akuntabilitas peserta didik yaitu kelemahan-kelemahan yang muncul. Saat ini masih banyak kelemahan dan keterbatasan metodologis dalam penelitian yang melakukan tes empiris terhadap hasil kelas TBL dalam ilmu sosial. Pelakasanaan TBL dalam jurnal tersebut menurut analisis penulis memiliki beberapa kekurangan disamping hambatan-hambatan yang sudah dipaparkan. Terlebih jika akan diaplikasikan dalam sistem pembelajaran di Indonesia karena karakteristik sistem pendidikan, pendidik dan peserta didik di setiap negara berbeda. Adapun beberapa kekurangan dalam TBL diantaranya :
1.      Pelaksanaan TBL yang memakan waktu terlalu lama hanya menggunakan satu metode saja selama satu semester dalam tiga kelas. Sedangkan dalam setiap pembelajaran harus melakukan berbagai macam metode pembelajaran agar peserta didik tidak merasa bosan.  Hal tersebut sejalan dengan penelitian dari Mutmainah (Mutmainnah, 2013) bahwasanya  pembelajaran yang monoton dan konvensional  menyebabkan peserta didik menjadi pasif dan bosan.  Pembelajaran monoton ialah pembelajaran dengan menggunakan satu metode saja selama pembelajaran, padahal banyak metode pembelajaran yang menyenangkan dalam pembelajaran sosiologi dengan memanfaatkan berbagai media saat ini. Terlebih di Indonesia berdasarkan data dari tim Peneliti Jaringan Penelitian Pendidikan kota Yogyakarta tahun 2010 menyebutkan sebanyak 75% guru belum menggunakan berbagai fasilitas dan media pembelajaran dalam mengajar.   Maka jika melihat kondisi di Indonesia saat ini, penerapan TBL menggunakan satu metode saja selama pembelajaran tidak dapat memotivasi peserta didik untuk belajar khususnya dalam peningkatan tanggung jawab atau akuntabilitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
2.      Penilaian terlalu berfokus pada penilaian antar teman. Penilaian dari pendidik dikesampingkan sehingga akan memperbesar subjektifitas dalam sebuah penilaian. Prinsip-prinsip dasar penilaian hasil belajar harus mencakup beberapa hal (Nitko dan Brookhart, 2007). Pertama penilaian harus valid, maksudnya menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.  Kedua, penilaian harus objektif yang didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas tanpa dipengaruhi oleh subjektifitas penilai. Ketiga, penilaian harus adil yaitu penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik. Keempat, penilaian harus terpadu yaitu penilaian tak terpisah dari kegiatan pembelajaran. Penilaian dijadikan dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran. Kelima, penilaian hasil belajar harus bersifat terbuka artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik dan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan. Keenam, penilaian harus menyeluruh dan berkesinambungan dan dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran baik penilaian pendidik, peserta didik, maupun penilaian orang tua.  Maka penilaian dalam proses pembelajaran harus melibatkan pendidik dalam memberikan penilaian.
3.      Proses penilaian atau evaluasi pencapaian kompetensi dari setiap materi tidak terlihat dilakukan dalam penelitian ini. Sedangkan proses penilaian kompetensi tersebut yang dibuktikan dalam setiap indikator haruslah tercapai serta dipahami oleh peserta didik melalui evaluasi akhir.
4.      Tekanan sosial yang berasal dari teman yang memperngaruhi secara besar dapat membuat TBL yang meningkatkan akuntabilitas tidak berjalan efektif. Contohnya ketika dalam suatu kelompok yang terdiri dari beberapa peserta didik yang bervariasi dan heterogen tentu saja akan terdapat peserta didik yang unggul, yang biasa saja serta yang kurang. Serta peserta didik yang tidak bisa melakukan kerjasama. Sehingga akan menimbulkan sikap saling ketergantungan. Peserta didk yang lemah akan bergantung pada peserta didik yang memiliki kecakapan lebih dsri dirinya. Dan peserta didik yang mumpuni belum bisa memaksimalkan potensi dari peserta didik lainnya. Maka dengan demikian, memungkinkan munculnya sikap egois dalam diri peserta didik. Belum lagi muncul dampak psikologis baru dalam bentuk stres ketika salah seorang peserta didik harus bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Hal tersebut berbanding terbalik dengan capaian TBL yaitu akuntabilitas peserta didik. Dimana bukan akuntabilitas yang akan diperoleh melainkan sebaliknya karena kebanyakan peserta didik saling bergantung dan hanya sebagian kecil anggota kelompok saja yang bertanggung jawab terhadap tugas kelompok.
5.      Apabila TBL ini diterapkan dalam pembelajaran di Indonesia, maka belum sesuai dengan tujuan akhir pendidikan nasional. Berdasarkan UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 bahwasanya yang menjadi sasaran akhir dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas ialah hanya ranah kognitif saja yaitu ujian akhir nasional. Agar dapat lulus ujian nasional, peserta didik harus menghafal materi-materi, memahami rumus, dan lain sebagainya.
Maka, TBL bisa disempurnakan dengan FBL yakni Fun Based Learning yang di inisiatifkan dari penulis. Merujuk pada beberapa jurnal, bahwasanya pembelajaran efektif itu haruslah pembelajaran yang menyenangkan bukan hanya untuk peserta didik namun harus menyenangkan pula untuk pendidik. Di era modern ini , pembelajaran banyak menemukan tekanan dari berbagai pihak (Anwar, 2013) menyebutkan bahwa kondisi peserta didik saat ini kurang siap untuk mengikuti alur kurikulum yang ada. Kurang siapnya peserta didik dibuktikan dengan malas belajar, tidak memperhatikan guru di kelas, dan bahkan karena factor keluarga. Ditambah dengan pendapat dari (Jamzuri, 2012) bahwa kondisi sekolah yang tidak baik dapat mengganggu proses belajar mengajar peserta didik yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk berperilaku menyimpang. Sehingga untuk dapat menarik minat peserta didik dalam proses pembelajaran maka pembelajaran pun harus menyenangkan. Adapun hal-hal pokok FBL yang dikembangkan oleh penulis sebagai berikut:
1.        Pembelajaran harus menyenangkan bukan hanya bagi peserta didik namun juga bagi pendidik.
2.        Pembelajaran FBL ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.
3.        Pendidik harus bisa menempatkan dirinya baik sebagai pendidik, teman dan sahabat saat pembelajaran.
4.        Pendidik harus mengetahui trend masa kini dari peserta didik.
5.        Pendidik sebaiknya memasukkan unsur seni ke dalam pembelajaran, meskipun bukan dalam mata pelajaran kesenian
6.        Pendidik harus dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif agar semua peserta didik dapat aktif, nyaman, dan memahami materi pembelajaran.
7.        Hakikat ilmu sosiologi adalah sebagai ilmu murni dan terapan sehingga pendidik tidak hanya mengajarkan materi semata, namun diharapkan materi yang diajarkan dapat langsung diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik untuk meningkatkan keterampilan peserta didik.
8.        Pendidik harus dapat membaca situasi peserta didik ketika peserta didik sudah mulai jenuh dalam pembelajaran. kejenuhan dalam pembelajaran di kelas dapat disebabkan karena metode pembelajaran yang monoton sehingga dalam pembelajara sosiologi harus dapat menggunakan media dan metode pembelajaran yang menarik, bervariasi dan up to date.
Salah satu contoh FBL yang pernah diterapkan oleh penulis saat melakukan kegiaatan belajar mengajar sosiologi di kelas XI SMA Negeri 2 Cianjur, yaitu dengan menggunakan metode nyanyian Sosialita (Sosiologi Tercinta). Terkait dengan pendidikan, lagu bisa menjadi sebuah media efektif dalam pembelajaran. Berdasarkan data (Syah, 2015) bahwasanya mendengarkan musik bisa menggugah semangat belajar peserta didik dan menghilangkan ketegangan. Nyanyian Sosialita tersebut dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Langkah-langkah nyanyian sosiologi tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Menyiapkan materi yang akan dijadikan sebagai lirik lagu dan menyiapkan pula lagu yang sesuai dengan lirik.
2.    Jika pembekajaran dilakukan secara individu, maka yang membuat nyanyian sosialita adalah pendidik. Tetapi, jika pembelajaran dilakukan secara berkelompok setiap kelompok dapat membuat nyanyian sosialitanya sendiri.
3.    Nyanyian sosialita tersebut harus dihafalkan oleh masing-masing peserta didik. Disini peserta didik akan mudah menghafal materi karena menggabungkan otak kiri dan otak kanan. Dalam bukunya The Primary English Teacher’s Guide (Brewster, 2002) menyebutkan bahwa banyak keuntungan menggunakan lagu sebagai learning resource. Pertama merupakan linguistic resource yaitu pengenalan konsep baru misalnya  penjabaran dari berbagai konflik dalam masyarakat. Kedua, affective resource yaitu meningkatkan rasa percaya diri dan kreatifitas peserta didik. Peserta didik bisa berkelompok membuat tugas lagu dengan lirik-lirik sosiologi dan kemudian ditampilkan di depan kelas. Hal ini bisa mendorong peserta didik untuk berpikir kreatif dalam membuat sebuah lagu sekaligus meningkatkan rasa percaya diri dengan cara bernyanyi di depan kelas. Ketiga , cognitive resource yaitu meningkatkan daya ingat. Materi sosiologi yang bagi sebagian peserta didik membosankan karena terdiri dari banyak konsep, dengan  media nyanyian sosiologi ini peserta didik dapat mengingat konsep-konsep dengan mudah dan menyenangkan. Keempat, lagu bisa menjadi culture resource dan social resource yaitu meningkatkan sosialisasi, interaksi sosial dan solidaritas sosial. Dengan bernyanyi, peserta didik akan saling berdiskusi untuk membuat lagu sekaligus melatih kekompakan peserta didik saat menampilkan nyanyiannya.
4.    Setelah peserta didik hafal nyanyian sosialita tersebut, dilanjutkan dengan mengetahui bagaimana tingkat pemahaman peserta didik dengan cara evaluasi pembelajaran. Evaluasi unik yang dilakukan yaitu dengan menceritakan pengalaman konflik yang pernah dialami oleh peserta didik. Pengalaman konflik tersebut dianalisis oleh peserta didik menggunakan materi yang sudah dinyanyikan dan dihafal. Peserta didik tidak diperkenankan melihhat catatan. Keunggulan dari evaluasi ini adalah setiap peserta didik tidak dapat mencontek karena pengalaman konflik setiap peserta didik berbeda. Dengan menganalisis pengalaman tersebut, peserta didik dapat berkomunikasi secara tulisan dan melatih kemampuan menulis mereka, Disamping itu peserta didik dapat bertanggung jawab terhadap apa yang telah mereka kerjakan, karena mereka sendiri yang mengetahui cerita pengalaman tersebut. Pendidik pun dapat mengetahui lebih dalam masing-masing karakteristik peserta didik sehingga dapat melakukan treatment yang tepat.

Simpulan
Pembelajaran TBL ini memiliki  kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan dari TBL disamping dapat mengasah kemampuan analisis peserta didik,  melatih tanggung jawab peserta didik dapat pula meningkatkan kemampuan verbal, dan meningkatkan hubungan interpersonal. Akan tetapi TBL pun memiliki kelemahan dalam proses pembelajaran. Kelemahan TBL ini diantaranya  pelaksanaan TBL yang memakan waktu terlalu lama hanya menggunakan satu metode saja selama satu semester dalam tiga kelas, penilaian terlalu berfokus pada penilaian antar teman, proses penilaian atau evaluasi pencapaian kompetensi dari setiap materi tidak terlihat dilakukan dalam penelitian ini, tekanan sosial yang berasal dari teman yang memperngaruhi secara besar dapat membuat TBL yang meningkatkan akuntabilitas tidak berjalan efektif. Apabila TBL ini diterapkan dalam pembelajaran di Indonesia, maka belum sesuai dengan tujuan akhir pendidikan nasional. Sehingga untuk menyempurnakan strategi pembelajaran ini, penulis membuat strategi baru yaitu FBL (Fun Based Learning) dengan contoh nyanyian sosialita (sosiologi tercinta).


Daftar Pustaka
Adiwiyoto. Anton. (2001). Melatih Anak Bertanggung Jawab.. Jakarta : Mitra Utama
Akatdianto, Amin. (2012). Penerapan Strategi Course Review Hooray Dalam Pembelajaran Matematika Pada Bangun Datar Untuk Meningkatkan Tanggungjawab Dan Prestasi Belajar, Surakarta : Skripsi UMS
Anwar. (2013). Penilaian Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran. Jurnal Pelangi Ilmu Vol 2 no 5
Brewster, Jean. (2002). The Primary English Teacher’s Guide. Amerika : Penguin English Guide
Effendi (1998). Psikologi Manajemen dan Administrasi. Bandung : Mandar Maju
Emman. (2008). Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Peserta didik. Bandung : Educare vol. 5
Huggins, Christopper dan Stamatel, Janet.  (2015). An Explatory Study Comparing the Effectiveness of Lecturing versus Team Based Learning. American Sociological Association vol. 43 (3) 277-235
Jamzuri, Jamzuri. (2012). Penerapan Media Mind Mapping Program Pada Model Pembelajaran CTL untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Sosiologi. Surakarta : UNS Vol 1 No 2 
Muthmainnah (2013). Studi Komparasi Hasil Belajar IPS Antara Guided Teaching dengan Student Facilitator And Explaining Peserta didik kelas VI SDIT Az-Zahra Sragen 2012-2013. UMS
Nitko, AJ  dan Brookhart, SM. (2007). Educational Assesement of Student. Fifth Edition. New Jersey : Pearson
Rachel Stein, dkk. (2016). Student Accountability in Team Based Learning Classes. American Sociological Association vol 44 (1) 28-38
Syah Sinaga, Syahrul. (2015). Pemanfaatan dan Pengembangan Lagu dalam Pembelajaran. Semarang : Harmonia:Journal of Arts Research and Education  Vol. 10 No 1
Tim Peneliti Jaringan Penelitian Pendidikan. (2010). Perkembangan Guru di Indonesia. Yogyakarta

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer