Fun Based Learning Sebagai Inovasi Pembelajaran Dalam Meminimalisir Kelemahan Team Based Learning
TUGAS
UJIAN AKHIR SEMESTER
PENGEMBANGAN
MODEL-MODEL DAN MEDIA PEMBELAJARAN SOSIOLOGI
Judul : Fun
Based Learning Sebagai Inovasi Pembelajaran Dalam Meminimalisir Kelemahan Team
Based Learning
Nama : Fani
Julia Putri
NIM :
1605649
Program
studi dan jenjang : Pendidikan
Sosiologi/S2
E-mail :
fani.juliaputri@student.upi.edu
Pengantar
Sosiologi
merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan keberadaannya sangat dekat
dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mengingat kajian utama sosiologi adalah
masyarakat, maka setiap individu harus dapat mempelajari ilmu mengenai
masyarakat agar dapat beradaptasi dan bertahan hidup dalam berbagai kondisi di
masyarakat. Ilmu tersebut salah satunya didapat dari pembelajaran sosiologi.
Pembelajaran
sosiologi berkaitan dengan gejala sosial, fungsi sosiologi, permasalahan
sosial, konflik, struktur sosial dan hal lain yang berkaitan dengan masyarakat.
Pembelajaran sosiologi haruslah dinamis disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat saat ini. Pembelajaran sosiologi harus menyenangkan dan bervariatif
agar peserta didik tidak bosan. Ada
berbagai macam strategi, metode dan media yang dapat digunakan dalam
pembelajaran sosiologi.
Paper
ini memaparkan mengenai strategi pembelajaran TBL ( Team Based Learning) dalam
menumbuhkan rasa tanggung jawab peserta didik yang dimuat dalam “Student
Accountability in Team Based Learning Classes”. (Rachel Stein, dkk, 2016). Penulis
melakukan analisis terhadap jurnal tersebut dengan membandingkan menggunakan
jurnal lain serta dari pendapat penulis. Paper ini mencakup mengenai cara,
langkah-langkah maupun kelebihan dan kekurangan dari TBL ini. Selain itu,
penulis memaparkan solusi pembelajaran sosiologi berupa sebuah inovasi strategi
pembelajaran yang menyenangkan.
Isi
Artikel
1. Team Based Learning merupakan
strategi pembelajaran instruksional.
Maksudnya adalah
pembelajaran kelompok peserta didik yang mengikuti arahan dari pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang memenuhi aspek
kognitif, afektif dan psikomotor. TBL mengharuskan
pendidik untuk memahami strategi pembelajaran TBL dan juga peserta didik harus
siap dengan pembelajaran yang aktif melalui TBL.
2. Team Based Learning berfokus
pada diskusi kelompok dan kelas.
Diskusi kelompok dan kelas yang
dilakukan oleh peserta didik dengan cara mempelajari dan menggunakan informasi
yang diperoleh melalui kolaborasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3. Tim
dari TBL dibentuk dari tingkat kedekatan dan tingkat ketergantungan peserta
didik juga dari variasi potensi yang heterogen
4. Terdapat tiga langkah dalam TBL
ini yaitu :
a.
Persiapan Pra-Kelas
yang meliputi tes individu, tim, pertimbangan tertulis, umpan balik
b.
Penilaian kesiapan
individu yaitu berupa tes konsep utama sekitar 45 menit sampai 75 menit
c.
Penerapan konsep mata
pelajaran yaitu pendidik membimbing peserta didik untuk kembali pada materi
dengan mengajukan pertanyaan dan juga mencari solusi atas permasalahan yang
dihadapi.
5. Terdapat tiga tahap untuk mengukur akuntabilitas peserta didik dalam TBL, yaitu :
a.
Persiapan pra-kelas
individu
b.
Memberikan kontribusi
tim
c.
Kinerja tim berkualitas
tinggi
Tahapan-tahapan tersebut
dinilai melalui proses penilaian antar teman.
6. Untuk
dapat melatih tanggung jawab peserta didik
dalam pembelajaran dibutuhkan dorongan tindakan kolektif yaitu berupa reward dan punishment dalam setiap kelompok.
7. Akuntabilitas peserta didik dapat dipengaruhi oleh
tekanan sosial yang berasal dari pendidik maupun dari teman dan tekanan sosial
yang lebih besar tentu saja bersal dari teman.
8. Dalam
jurnal ini dilakukan penelitian
terhadap tiga kelas yang dilakukan pembelajaran TBL
selama satu semester.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dari setiap kelas TBL dilakukan
kemudian dievaluasi melalui penilaian antar teman, meliputi top performer dan week performer, dengan kehadiran, keaktifan dan kontribusi di
sebuah kelompok menjadi patokan utama. Kriteria top perform meliputi etos kerja, inisiatif, kehandalan dan
kecerdasan mereka. Sedangkan week
performer diberikan kepada mereka yang sering tidak hadir di kelas sehingga
tidak memberikan banyak kontribusi bagi kelompok. Selain
itu, temuan lain dalam penelitian ini meliputi
perilaku-perilaku mengganggu dan mengacaukan yang dilakukan oleh beberapa orang
anggota dalam kelompok. Sehingga akan
selalu ada hambatan dalam penerapan TBL yang bertujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas peserta didik, yaitu:
a. Struktur
kelas
Tata letak ruangan dan
fleksibilitas tempat duduk memainkan peran besar dalam bagaimana tim
berinteraksi.
b. Hambatan
interpersonal
Perasaan malu individu
yang mengarah kepada membangun komunikasi yang efektif dalam tim. Individu yang
introvert atau pemalu terkadang merasa kesulitan dalam diskusi tim.
Pembahasan
Analisis penulis
terhadap pendekatan pembelajaran Team
Based Learning (TBL) yang meningkatkan akuntabilitas peserta didik dikaji
melalui dua sudut pandang yaitu sudut pandang mengenai kelebihan dari TBL serta
kekurangannya.
Jurnal yang
membahas mengenai penerapan pembelajaran TBL yang mempengaruhi akuntabilitas
peserta didik memberikan beberapa kelebihan yang jika dibandingkan dengan
metode pembelajaran ceramah atau metode konvensional lainnya, kelebihan
tersebut diantaranya:
1.
Mengasah
kemampuan analisis peserta didik
Dalam
tahapan-tahapan pembelajaran TBL untuk meningkatkan akuntabilitas peserta didik
dikemukakan beberapa tahapan salah satunya adalah pendidik memberikan suatu
permasalahan yang harus diselesaikan oleh kelompok tersebut sehingga
masing-masing anggota kelompok harus berdiskusi bertukar pikiran untuk
menghasilkan sebuah analisis yang mendalam. Hal tersebut akan sulit didapatkan
ketika pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah saja, sebagaimana menurut
Muthmainnah (Muthmainnah, 2013) pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah
(lecturing) hanya membuat peserta
didik sebatas memahami sambil membuat catatan. Pendidik menjadi pusat
peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu satunya
sumber ilmu. Pola pembelajaran dosen aktif dan peserta didik pasif ini
mempunyai efektifitas pembelajaran yang rendah. Efektivitas pembelajaran
umumnya terbatas, terjadi pada saat-saat akhir mendekati ujian serta
pembelajaran yang diterapkan saat ini berfokus pada pemahaman materi saja. Metode
pembelajaran tersebut belum mampu mengasah kemampuan analisis peserta didik,
kepekaan terhadap permasalahan, melatih pemecahan masalah, serta kemampuan
mengevaluasi permasalahan secara holistik (Huggins dan Stamatel, 2015). Sehingga
TBL sangat terlihat jelas lebih unggul dalam mengasah kemampuan analisis
peserta didik jika dibandingkan dengan metode ceramah.
2.
Meningkatkan
keterampilan verbal peserta didik
Pembelajaran TBL
yang berupaya meningkatkan akuntabilitas peserta didik jika dikaji lebih jauh memiliki keterhubungan dengan pembelajaran
kelompok kooperatif. Keterhubungan tersebut dapat pula meningkatkan keterampilan
verbal para peserta didik, melalui diskusi antar anggota kelompok yang mengharuskan
setiap peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya minimal di hadapan teman-teman
satu kelompok dan lebih jauh lagi keterampilan verbalnya akan terlatih melalui
kegiatan presentasi di hadapan kelas serta kemampuan tanya jawab secara spontan.
Sebagaimana dalam jurnal Educare (Emman,
2008) yang menyatakan bahwa, belajar berkelompok secara kooperatif, peserta
didik dilatih dan dibiasakan untuk
saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman, tugas, tanggungjawab, saling membantu dan berlatih
berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniature dari
hidup bermasyarakat dan belajar menyadari kelebihan dan kekurangan masing-
masing.
3. Meningkatkan tanggung
jawab atau akuntabilitas peserta didik.
Tanggung
jawab adalah proses mengambil keputusan
terbaik dalam batas-batas norma sosial dan efektif, untuk meningkatkan hubungan antar manusia yang
positif (Adiwiyoto, 2001). Tanggung jawab peserta didik untuk memperoleh hasil
belajar yang baik memiliki peranan yang
sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, yang
apabila dikehendaki peningkatan mutu pembelajaran di sekolah maka dibutuhkan
tanggung jawab yang lebih besar dalam pelaksanaan proses pembelajaran
(Akatdianto, 2012). Peningkatan kemampuan bertanggung jawab dalam pembelajaran Team Based Learning (TBL), yaitu dengan
adanya proses persiapan pra-kelas individu, memberikan kontribusi dalam tim, kemudian meningkatkan kinerja tim
yang berkualitas tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya hubungan sosial
yang akan meningkatkan tanggung jawab peserta didik.
4. Meningkatkan hubungan
interpersonal antar peserta didik
Hubungan
interpersonal adalah keseluruhan hubungan baik yang bersifat formal atupun
informal yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam berbagai situasi
dengan tujuan untuk mengebangkan rasa bahagia dan rasa puas serta mengembangkan
hasil yang lebih produktif (Effendi, 1998). Hubungan interpersonal dapat
tercipta melalui kounikasi yang intens antar peserta didik yang dilakukan
elalui diskusi kelopok yang dala pebelajaran TBL.
Berpindah ke
sisi yang lain dalam menganalisis TBL untuk meningkatkan akuntabilitas peserta
didik yaitu kelemahan-kelemahan yang muncul. Saat ini masih banyak kelemahan
dan keterbatasan metodologis dalam penelitian yang melakukan tes empiris
terhadap hasil kelas TBL dalam ilmu sosial. Pelakasanaan TBL dalam jurnal
tersebut menurut analisis penulis memiliki beberapa kekurangan disamping
hambatan-hambatan yang sudah dipaparkan. Terlebih jika akan diaplikasikan dalam
sistem pembelajaran di Indonesia karena karakteristik sistem pendidikan,
pendidik dan peserta didik di setiap negara berbeda. Adapun beberapa kekurangan
dalam TBL diantaranya :
1. Pelaksanaan
TBL yang memakan waktu terlalu lama hanya menggunakan satu metode saja selama
satu semester dalam tiga kelas. Sedangkan dalam setiap pembelajaran harus
melakukan berbagai macam metode pembelajaran agar peserta didik tidak merasa
bosan. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian dari Mutmainah (Mutmainnah, 2013) bahwasanya pembelajaran yang monoton dan
konvensional menyebabkan peserta didik
menjadi pasif dan bosan. Pembelajaran
monoton ialah pembelajaran dengan menggunakan satu metode saja selama
pembelajaran, padahal banyak metode pembelajaran yang menyenangkan dalam
pembelajaran sosiologi dengan memanfaatkan berbagai media saat ini. Terlebih di
Indonesia berdasarkan data dari tim Peneliti Jaringan Penelitian Pendidikan
kota Yogyakarta tahun 2010 menyebutkan sebanyak 75% guru belum menggunakan
berbagai fasilitas dan media pembelajaran dalam mengajar. Maka jika melihat kondisi di Indonesia saat
ini, penerapan TBL menggunakan satu metode saja selama pembelajaran tidak dapat
memotivasi peserta didik untuk belajar khususnya dalam peningkatan tanggung
jawab atau akuntabilitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
2. Penilaian
terlalu berfokus pada penilaian antar teman. Penilaian dari pendidik
dikesampingkan sehingga akan memperbesar subjektifitas dalam sebuah penilaian.
Prinsip-prinsip dasar penilaian hasil belajar harus mencakup beberapa hal
(Nitko dan Brookhart, 2007). Pertama penilaian harus valid, maksudnya menilai
apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur
kompetensi. Kedua, penilaian harus
objektif yang didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas tanpa
dipengaruhi oleh subjektifitas penilai. Ketiga, penilaian harus adil yaitu
penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik. Keempat, penilaian
harus terpadu yaitu penilaian tak terpisah dari kegiatan pembelajaran.
Penilaian dijadikan dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran. Kelima,
penilaian hasil belajar harus bersifat terbuka artinya prosedur penilaian,
kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar
peserta didik dan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan. Keenam,
penilaian harus menyeluruh dan berkesinambungan dan dilakukan oleh semua pihak
yang terlibat dalam proses pembelajaran baik penilaian pendidik, peserta didik,
maupun penilaian orang tua. Maka
penilaian dalam proses pembelajaran harus melibatkan pendidik dalam memberikan
penilaian.
3. Proses
penilaian atau evaluasi pencapaian kompetensi dari setiap materi tidak terlihat
dilakukan dalam penelitian ini. Sedangkan proses penilaian kompetensi tersebut
yang dibuktikan dalam setiap indikator haruslah tercapai serta dipahami oleh
peserta didik melalui evaluasi akhir.
4. Tekanan
sosial yang berasal dari teman yang memperngaruhi secara besar dapat membuat
TBL yang meningkatkan akuntabilitas tidak berjalan efektif. Contohnya ketika
dalam suatu kelompok yang terdiri dari beberapa peserta didik yang bervariasi
dan heterogen tentu saja akan terdapat peserta didik yang unggul, yang biasa
saja serta yang kurang. Serta peserta didik yang tidak bisa melakukan
kerjasama. Sehingga akan menimbulkan sikap saling ketergantungan. Peserta didk
yang lemah akan bergantung pada peserta didik yang memiliki kecakapan lebih
dsri dirinya. Dan peserta didik yang mumpuni belum bisa memaksimalkan potensi
dari peserta didik lainnya. Maka dengan demikian, memungkinkan munculnya sikap
egois dalam diri peserta didik. Belum lagi muncul dampak psikologis baru dalam
bentuk stres ketika salah seorang peserta didik harus bertanggung jawab
terhadap tugas kelompok. Hal tersebut berbanding terbalik dengan capaian TBL
yaitu akuntabilitas peserta didik. Dimana bukan akuntabilitas yang akan
diperoleh melainkan sebaliknya karena kebanyakan peserta didik saling
bergantung dan hanya sebagian kecil anggota kelompok saja yang bertanggung
jawab terhadap tugas kelompok.
5. Apabila
TBL ini diterapkan dalam pembelajaran di Indonesia, maka belum sesuai dengan
tujuan akhir pendidikan nasional. Berdasarkan UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 bahwasanya
yang menjadi sasaran akhir dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah
atas ialah hanya ranah kognitif saja yaitu ujian akhir nasional. Agar dapat
lulus ujian nasional, peserta didik harus menghafal materi-materi, memahami
rumus, dan lain sebagainya.
Maka, TBL bisa
disempurnakan dengan FBL yakni Fun Based
Learning yang di inisiatifkan dari penulis. Merujuk pada beberapa jurnal,
bahwasanya pembelajaran efektif itu haruslah pembelajaran yang menyenangkan
bukan hanya untuk peserta didik namun harus menyenangkan pula untuk pendidik. Di
era modern ini , pembelajaran banyak menemukan tekanan dari berbagai pihak
(Anwar, 2013) menyebutkan bahwa kondisi peserta didik saat ini kurang siap
untuk mengikuti alur kurikulum yang ada. Kurang siapnya peserta didik
dibuktikan dengan malas belajar, tidak memperhatikan guru di kelas, dan bahkan
karena factor keluarga. Ditambah dengan pendapat dari (Jamzuri, 2012) bahwa
kondisi sekolah yang tidak baik dapat mengganggu proses belajar mengajar
peserta didik yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk berperilaku
menyimpang. Sehingga untuk dapat menarik minat peserta didik dalam proses
pembelajaran maka pembelajaran pun harus menyenangkan. Adapun hal-hal pokok FBL
yang dikembangkan oleh penulis sebagai berikut:
1.
Pembelajaran harus
menyenangkan bukan hanya bagi peserta didik namun juga bagi pendidik.
2.
Pembelajaran FBL ini
dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.
3.
Pendidik harus bisa
menempatkan dirinya baik sebagai pendidik, teman dan sahabat saat pembelajaran.
4.
Pendidik harus
mengetahui trend masa kini dari peserta didik.
5.
Pendidik sebaiknya
memasukkan unsur seni ke dalam pembelajaran, meskipun bukan dalam mata
pelajaran kesenian
6.
Pendidik harus dapat
menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif agar semua peserta didik dapat
aktif, nyaman, dan memahami materi pembelajaran.
7.
Hakikat ilmu sosiologi
adalah sebagai ilmu murni dan terapan sehingga pendidik tidak hanya mengajarkan
materi semata, namun diharapkan materi yang diajarkan dapat langsung
diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik untuk meningkatkan keterampilan
peserta didik.
8.
Pendidik harus dapat
membaca situasi peserta didik ketika peserta didik sudah mulai jenuh dalam
pembelajaran. kejenuhan dalam pembelajaran di kelas dapat disebabkan karena
metode pembelajaran yang monoton sehingga dalam pembelajara sosiologi harus
dapat menggunakan media dan metode pembelajaran yang menarik, bervariasi dan up to date.
Salah satu
contoh FBL yang pernah diterapkan oleh penulis saat melakukan kegiaatan belajar
mengajar sosiologi di kelas XI SMA Negeri 2 Cianjur, yaitu dengan menggunakan
metode nyanyian Sosialita (Sosiologi Tercinta). Terkait dengan pendidikan, lagu
bisa menjadi sebuah media efektif dalam pembelajaran. Berdasarkan data (Syah,
2015) bahwasanya mendengarkan musik bisa menggugah semangat belajar peserta
didik dan menghilangkan ketegangan. Nyanyian Sosialita tersebut dapat dilakukan
secara individu maupun kelompok. Langkah-langkah nyanyian sosiologi tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan
materi yang akan dijadikan sebagai lirik lagu dan menyiapkan pula lagu yang
sesuai dengan lirik.
2. Jika
pembekajaran dilakukan secara individu, maka yang membuat nyanyian sosialita
adalah pendidik. Tetapi, jika pembelajaran dilakukan secara berkelompok setiap
kelompok dapat membuat nyanyian sosialitanya sendiri.
3. Nyanyian
sosialita tersebut harus dihafalkan oleh masing-masing peserta didik. Disini
peserta didik akan mudah menghafal materi karena menggabungkan otak kiri dan
otak kanan. Dalam bukunya The Primary English Teacher’s Guide (Brewster,
2002) menyebutkan bahwa banyak keuntungan menggunakan lagu sebagai learning
resource. Pertama merupakan linguistic resource yaitu pengenalan
konsep baru misalnya penjabaran dari
berbagai konflik dalam masyarakat. Kedua, affective resource yaitu
meningkatkan rasa percaya diri dan kreatifitas peserta didik. Peserta didik
bisa berkelompok membuat tugas lagu dengan lirik-lirik sosiologi dan kemudian
ditampilkan di depan kelas. Hal ini bisa mendorong peserta didik untuk berpikir
kreatif dalam membuat sebuah lagu sekaligus meningkatkan rasa percaya diri
dengan cara bernyanyi di depan kelas. Ketiga , cognitive resource yaitu
meningkatkan daya ingat. Materi sosiologi yang bagi sebagian peserta didik
membosankan karena terdiri dari banyak konsep, dengan media nyanyian sosiologi ini peserta didik
dapat mengingat konsep-konsep dengan mudah dan menyenangkan. Keempat, lagu bisa
menjadi culture resource dan social resource yaitu meningkatkan
sosialisasi, interaksi sosial dan solidaritas sosial. Dengan bernyanyi, peserta
didik akan saling berdiskusi untuk membuat lagu sekaligus melatih kekompakan peserta
didik saat menampilkan nyanyiannya.
4. Setelah
peserta didik hafal nyanyian sosialita tersebut, dilanjutkan dengan mengetahui
bagaimana tingkat pemahaman peserta didik dengan cara evaluasi pembelajaran.
Evaluasi unik yang dilakukan yaitu dengan menceritakan pengalaman konflik yang
pernah dialami oleh peserta didik. Pengalaman konflik tersebut dianalisis oleh
peserta didik menggunakan materi yang sudah dinyanyikan dan dihafal. Peserta
didik tidak diperkenankan melihhat catatan. Keunggulan dari evaluasi ini adalah
setiap peserta didik tidak dapat mencontek karena pengalaman konflik setiap
peserta didik berbeda. Dengan menganalisis pengalaman tersebut, peserta didik
dapat berkomunikasi secara tulisan dan melatih kemampuan menulis mereka,
Disamping itu peserta didik dapat bertanggung jawab terhadap apa yang telah
mereka kerjakan, karena mereka sendiri yang mengetahui cerita pengalaman
tersebut. Pendidik pun dapat mengetahui lebih dalam masing-masing karakteristik
peserta didik sehingga dapat melakukan treatment
yang tepat.
Simpulan
Pembelajaran TBL
ini memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Kelebihan dari TBL disamping dapat mengasah kemampuan analisis
peserta didik, melatih tanggung jawab
peserta didik dapat pula meningkatkan kemampuan verbal, dan meningkatkan
hubungan interpersonal. Akan tetapi TBL pun memiliki kelemahan dalam proses
pembelajaran. Kelemahan TBL ini diantaranya pelaksanaan TBL yang memakan waktu terlalu
lama hanya menggunakan satu metode saja selama satu semester dalam tiga kelas,
penilaian terlalu berfokus pada penilaian antar teman, proses penilaian atau
evaluasi pencapaian kompetensi dari setiap materi tidak terlihat dilakukan
dalam penelitian ini, tekanan sosial yang berasal dari teman yang memperngaruhi
secara besar dapat membuat TBL yang meningkatkan akuntabilitas tidak berjalan
efektif. Apabila TBL ini diterapkan dalam pembelajaran di Indonesia, maka belum
sesuai dengan tujuan akhir pendidikan nasional. Sehingga untuk menyempurnakan
strategi pembelajaran ini, penulis membuat strategi baru yaitu FBL (Fun Based
Learning) dengan contoh nyanyian sosialita (sosiologi tercinta).
Daftar
Pustaka
Adiwiyoto. Anton. (2001). Melatih Anak Bertanggung Jawab.. Jakarta
: Mitra Utama
Akatdianto,
Amin. (2012). Penerapan Strategi Course
Review Hooray Dalam Pembelajaran Matematika Pada Bangun Datar Untuk
Meningkatkan Tanggungjawab Dan Prestasi Belajar, Surakarta : Skripsi UMS
Anwar. (2013). Penilaian Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran. Jurnal Pelangi Ilmu Vol
2 no 5
Brewster, Jean. (2002). The Primary
English Teacher’s Guide. Amerika :
Penguin English Guide
Effendi (1998). Psikologi Manajemen dan Administrasi. Bandung : Mandar Maju
Emman.
(2008). Model Belajar dan Pembelajaran
Berorientasi Kompetensi Peserta didik. Bandung : Educare vol. 5
Huggins,
Christopper dan Stamatel, Janet. (2015).
An Explatory Study Comparing the
Effectiveness of Lecturing versus Team Based Learning. American
Sociological Association vol. 43 (3) 277-235
Jamzuri,
Jamzuri. (2012). Penerapan Media Mind
Mapping Program Pada Model Pembelajaran CTL untuk Meningkatkan Motivasi dan
Hasil Belajar Sosiologi. Surakarta : UNS Vol 1 No 2
Muthmainnah
(2013). Studi Komparasi Hasil Belajar IPS
Antara Guided Teaching dengan Student Facilitator And Explaining Peserta didik
kelas VI SDIT Az-Zahra Sragen 2012-2013. UMS
Nitko,
AJ dan Brookhart, SM. (2007). Educational Assesement of Student. Fifth
Edition. New Jersey : Pearson
Rachel
Stein, dkk. (2016). Student
Accountability in Team Based Learning Classes. American Sociological
Association vol 44 (1) 28-38
Syah
Sinaga, Syahrul. (2015). Pemanfaatan dan
Pengembangan Lagu dalam Pembelajaran. Semarang : Harmonia:Journal of Arts Research and Education Vol. 10 No 1
Tim
Peneliti Jaringan Penelitian Pendidikan. (2010). Perkembangan Guru di Indonesia. Yogyakarta
hai fan fan wkwk
BalasHapus