Mikrosop Rokok Abad 21 oleh Fani Julia Putri

Rokok dan merokok merupakan hal yang sudah biasa kita lihat di Indonesia. Masalah tabiat merokok ini merupakan satu perkara yang amat sukar untuk di atasi, walaupun berbagai peraturan dan undang-undang telah diperkenalkan bagi menyekat tabiat ini. Hampir sering dijumpai oleh kita baik di daerah perkotaan maupun pedesaan banyak masyarakat yang merokok. Fenomena merokok memang hal yang tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Saat kita mendengar kata rokok, yang muncul dibenak kita adalah sebuah tembakau rajang yang sudah diolah dan dicampur dengan berbagai zat adiktif untuk dihisap asap dan aroma dari racikan tembakaunya. Beragam macam bentuk dan jenis rokok, bentuknya mulai dari kretek, filter, cerutu, dan lain sebagainya. Begitu juga jenis dari rokok itu sendiri, ada yang disebut slim, mild, premium,dan jenis-jenis yang lainnya.
Indonesia adalah negara terbesar ke-5 (lima) konsumen rokok pada tahun 2004 (US Department of Agriculture. World’s Leading Un-manufactured Tobacco Producing, trading and Consuming Countries, 2004). Dengan menempati peringkat ke-5 (lima) dunia, Indonesia merupakan salah satu pasar potensi bagi industri rokok, dan tidak heran jika di Indonesia terdapat 3.000 lebih pabrik rokok berskala lokal maupun nasional.
Akhir-akhir ini persoalan iklan, peredaran dan produksi rokok di Indonesia memunculkan keadaan pro dan kontra atas persoalan rokok tersebut, di satu sisi para aktivis anti rokok berupaya mendesak pemerintah mengeluarkan regulasi tentang rokok untuk melindungi masyarakat non perokok karena dapat berakibat fatal bagi kesehatan manusia dan lingkungan secara global akibat dampak negatif asap rokok dengan berbagai argumen ilmiah serta sebagai bentuk kepedulian warga bangsa atas dampak bahaya merokok, terutama melindungi anak dari dampak negatif atas asap rokok. Akan tetapi di sisi lain, industri rokok dan pemerintah mencoba untuk mencari jalan tengah dengan berdalih melindungi kepentingan nasional yang lebih besar atas pertumbuhan dan perkembangan industri rokok dari mulai pengusaha, tenaga kerja industri rokok sampai pada petani tembakau.
Rokok dan Kesehatan
Masyarakat perokok pada dasarnya menyadari bahwa tembakau yang dijadikan rokok merupakan salah satu potensi sumber penyakit dan mengganggu kesehatan diri maupun lingkungan sekitarnya. Dikarenakan rokok mengandung berbagai  macam zat berbahaya bagi tubuh manusia, salah satunya yang sering kita baca dalam bungkus rokok adalah TAR. Suatu zat yang digunakan untuk campuran aspal jalan. Tidak hanya TAR yang sering didengar oleh kita, dalam satu batang rokok tersebut juga terdapat beberapa zat yang sering kita dengar misalnya nikotin (kandungan pestisida), ammonia (kandungan pembersih lantai), karbon monoksida (gas beracun), arsen (racun tikus), cadmium (bubuk batre), dan lain-lain (nikotin, ammonia, dll hurupnya dimiringkan saja). Dengan kandungan yang sangat berbahaya itu, rokok tidak hanya berbahaya bagi penghisapnya namun juga bagi perokok pasif karena perokok pasif menghisap limbah asap dari asap si perokok, terlebih lagi kalau yang menghisap asapnya adalah anak-anak yang notabene rentan penyakit.
Berbagai macam penyakit yang mengancam para perokok, baik perokok aktif maupun pasif sangat mengerikan. Ini bisa dicermati dengan berbagai potensi penyakit seperti berbagai jenis kanker, penyakit paru, hipertensi, jantung iskemik, stroke, potensi kebutaan, gangguan reproduksi dan kesuburan, dan lain sebagainya menjadikan rokok merupakan salah satu produk legal berbahaya bagi yang mengkonsumsinya.
Rokok dan Kemiskinan
Prilaku merokok di masyarakat dalam aspek sosial ekonomi tidak bisa dilepas dari perspektif kemiskinan. Pada aspek produksi, banyak faktor yang terlibat pada aspek tersebut di antaranya adalah pemilik pabrik (pemodal), karyawan/buruh, petani tembakau sampai pada penjual rokok di pinggiran jalan. Ini bisa dicermati pada tahun 2008 produksi dan peredaran rokok di Indonesia sebanyak 250 miliar batang rokok (sumber: Global Tobacco Control Report, 2008). Berdasarkan fakta dan data tersebut apabila di kalkulasikan secara sederhana, dari 250 miliar batang rokok di Indonesia potensi beredarnya uang hanya untuk konsumsi rokok sebesar Rp 125 triliun (asumsi 1 (satu) batang rokok seharga 500 rupiah). Bandingkan dengan proyeksi rencana Anggaran Belanja Negara Tahun 2013 bidang kesehatan yang ‘hanya’  Rp 30,9 triliun, juga bidang bantuan sosial yang ‘hanya’  Rp 59 triliun, yang didalamnya termasuk bidang perlindungan sosial.
Ini berarti potensi pemiskinan rakyat Indonesia terbuka lebar. Betapa tidak, anggaran negara untuk peningkatan kualitas masyarakat baik secara sosial, ekonomi maupun kesehatan dikalahkan dengan peredaran rokok yang diperjualbelikan di Indonesia tanpa ada perlindungan regulasi bagi warganya. Di sisi lain para pemulung dan pengemis yang ditemui penulis di kota Bandung daerah Geger Kalong Kamis 28 Maret 2013 lalu, tercatat 7 dari sepuluh orang rata-rata menghabiskan 6-8 batang/hari, sekitar Rp.5000,00-/perhari. Sedangkan pendapatan mereka sehari antara Rp12.000-15.000,00-. Ini berarti dari total pendapatan mereka 34-40% dipergunakan untuk menkonsumsi rokok. Hal ini menyebabkan kebutuhan pokok keluarga sering terabaikan, kita bayangkan uang Rp.5.000,00- sebenarnya sangat berarti bagi mereka untuk kelangsungan hidup sehari-hari. Disebabkan mereka sudah kecanduan rokok serta mereka sangat sulit untuk berhenti dari kebiasaan merokok dan tertipu dengan sugesti iklan rokok yang menyebar tanpa batas, pada akhirnya mereka mengorbankan kualitas hidup diri dan keluarganya. Seringkali mereka terjebak antara konsumsi rokok dengan kebutuhan dasarnya ketika berhadapan dengan jumlah pendapatannya.
Kembali pada persoalan kemiskinan, berdasarkan deskripsi dan argumentasi yang sudah dijelaskan sebelumnya serta berdasar fakta yang ada adalah para pecandu rokok sebagian besar merupakan masyarakat miskin yang karena terhimpit ekonomi, mereka berusaha untuk menghilangkan tekanan maupun depresi atas keterhimpitan ekonomi serta dampak sugesti dari zat adiktif dari produk legal yang dinamakan rokok tersebut. Sehingga perilaku merokok menjadi bagian kebutuhan yang dipaksakan dan mengalahkan kebutuhan hidup dasar manusia yakni sandang, pangan dan papan. Pemanfaatan potensi masyarakat miskin pun secara tidak langsung dieksploitasi oleh industri rokok dengan pemanfaatan promosi dan iklan yang luar biasa dalam membangun image kebanggaan, rileksasi, kemampuan dalam mencapai harapan dan impian seseorang seperti enjoy aja, gak ada loe gak rame, pria sejati, kreatif, dan lain sebagainya. Bahkan disepanjang jalan Purwakarta menuju Bandung ada tulisan bak Hollywood yatiu Djarum Super. Tulisan yang menarik dan indah apalagi bila dilihat pada malam hari. Ini menyebabkan masyarakat miskin terutama anak-anak dari keluarga miskin berimajinasi dan mencoba apa yang mereka lihat, mereka dengar, serta menurut mereka merokok adalah salah satu bagian gaya hidup anak kota dan bagian dari penunjukan identitas diri tanpa berpikir kemampuan diri dan sosialnya. Sehingga pada akhirnya keterpaksaan keluarga miskin dalam memangkas pendapatan untuk konsumsi rokok yang dalam sehari bisa menghabiskan 6-8 batang/hari ini dapat teratasi karena produk tembakau dapat dibeli secara batangan sehingga akses untuk menjadi korban ketergantungan produk rokok bagi masyarakat sangat besar terlebih pada masyarakat miskin.
Rokok dan Hak Asasi Manusia
Kita harus mengakui bahwa industri yang menghasilkan produk rokok adalah produk legal yang juga melakukan kewajibannya membayar pajak untuk negara, industri rokok pun turut serta dalam membangun dan mengembangkan tenaga kerja di Indonesia. Industri rokok juga membeli tembakau yang dihasilkan oleh petani sebagai bahan baku utama produk rokok selain zat kimia berbahaya yang menjadi bagian dari bahan baku produksi rokok. Sehingga industri rokok merupakan bagian dari tempat bergantung sebagai lahan kehidupan bagi orang-orang yang terlibat dalam proses produk rokok itu sendiri. Di sisi lain, industri rokok pun secara langsung dan tidak langsung turut serta menciptakan sumber-sumber penyakit yang menimpa manusia sebagai bagian dampak asap rokok tanpa mengenal batasan manusia. Industri rokok juga salah satu industri legal yang menciptakan produk berbahaya bagi tumbuh kembang manusia, baik secara individu maupun) secara sosial. Sehingga industri rokok merupakan bagian dari industri yang berperan melanggar hak dasar manusia untuk hidup sehat dan menghirup udara bersih, secara tidak langsung turut serta merampas hak hidup manusia akibat dari terpapar asap rokok.
Dengan melihat dua aspek tersebut yakni di satu sisi memang industri rokok adalah bagian dari industri legal bagi negara, di sisi lain industri penghasil produk rokok adalah berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia karena mengandung zat kimia berbahaya bagi tubuh manusia apabila menghirup asap rokok baik langsung maupun tidak langsung. Parahnya,  Indonesia merupakan negara yang tidak mempunyai regulasi dalam pengaturan peredaran dan pembatasan rokok untuk melindungi warganya dari dampak asap rokok. Karena yang ada hanyalah pengaturan tentang cukai untuk penerimaan negara dari produk rokok. Padahal produk rokok juga mengandung unsur kerugian terhadap kesehatan manusia didalamnya, namun pemerintah sangat tidak berani mengeluarkan regulasi tentang pengawasan dan pengendalian produk rokok di Indonesia.
Solusi
Dengan demikian ada beberapa hal yang sebenarnya dapat menjadi jalan tengah adanya pro dan kontra tentang persoalan rokok ini, penulis mengambil beberapa alternatif  yaitu :
1.      Pendidikan di keluarga untuk tidak merokok dan orang tuanya pun memberi contoh dengan tidak merokok depan anak-anaknya.
2.      Pergaulan di lingkungan sekolah dan masyarakat sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Oleh karena itu, harus adanya peraturan yang tegas di setiap jenjang pendidikan mengenai merokok dan adanya sosialisasi bahaya rokok.
3.       Perlunya pemerintah mengeluarkan peraturan pelarangan iklan dan promosi rokok. Di sisi lain tidak adanya iklan dan promosi produk rokok tidak akan mempengaruhi penjualan produk rokok itu sendiri, karena rokok adalah benda adiktif yang memiliki rasa ketergantungan yang tinggi bagi yang mengkonsumsinya.
4.      Adanya peraturan pemerintah dalam pelarangan penjualan rokok secara eceran (batangan) namun melakukan penjualan dengan sistem pack, hal ini untuk menghindari keterjangkauan masyarakat miskin dan anak-anak dalam mengkonsumsi rokok.
5.      Pemerintah setiap tahun menaikkan cukai rokok sehingga harga rokok pun tidak dapat terjangkau oleh anak-anak dan masyarakat miskin, di sisi lain penerimaan negara dari cukai rokokpun akan meningkat.
6.      Pembatasan wilayah/area merokok dan tidak merokok terutama di tempat publik yang tertutup, agar menciptakan ketertiban antara masyarakat perokok dengan yang tidak merokok. Dan ada sanksi yang tegas bila terjadi pelanggaran.
7.      Memperketat pengeluaran izin pendirian industri rokok di Indonesia agar jumlah rokok maupun peredaran rokok di Indonesia dapat terpantau.
8.      Menampilkan informasi tentang bahaya merokok dalam bungkus rokok, hal ini sebagai bagian dari bentuk pertanggungjawaban industri rokok atas produk yang dihasilkannnya;
Dengan adanya solusi alternatif di atas, di satu pihak industri rokok masih dapat memproduksi, di lain pihak adanya perlindungan dari pemerintah bagi warganya atas bahaya dampak dari asap rokok terutama pada anak dan masyarakat miskin serta masyarakat non-perokok. Sehingga pemerintah tidak melakukan pembiaran atas hak-hak kesehatan dan hidup sehat warganya akibat bahaya asap rokok.

Komentar

  1. Lucky Club: The BEST Online Casino
    Lucky Club. Live. Play Now. #1 · Join Now. +240. +240. +400. Welcome luckyclub.live Bonus. 100% up to $400. Play For Real.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer