Jamila dan sang presiden oleh Fani Julia Putri
Tanggapan mengenai film
“Jamila dan Sang Presiden”
Film Jamila dan Sang Presiden ini
memang kompleks, memuat berbagai persoalan menyangkut kekuasaan, kemiskinan,
cinta, politik, dan lain sebagainya. Film ini menceritakan tentang seorang
wanita pelacur bernama Jamila yang sejak dari dalam kandungannya pun sudah
dijual oleh ayahnya kepada orang kaya. Sejak kecil ia dititipkan kepada teman ibunya.
Namun ayah angkat dan kakak angkat Jamila pun malah mencicipi dirinya,
merenggut kehormatannya yang masih belia. Ia pun membunuh kakak angkatnya
karena telah menodai dirinya dan kabur dari rumah teman ibunya tersebut. Bahkan
parahnya ayahnya pun sempat ingin mencicipi tubuhnya tetapi Jamila ini berhasil
kabur dan terdampar di tempat prostitusi
yang kemudian dibesarkan oleh Susi seorang pelacur yang baik. Perjalanan Jamila
pun dilanjutkan dengan menemukan seorang pria yang baik hati dan menjaganya, dia
adalah seorang menteri yang bernama Nurdin. Jamila merasa dicintai dan
dihargai. Namun Nurdin tak menikahi Jamila dan melanggar janjinya. Hingga
akhirnya terjadi pertengkaran yang berujung pada kematian Nurdin.Jamila pun
menyerahkan diri ke polisi. Kasus pembunuhan itu pun menjadi hangat dan
kontroversil. Ketua kaum fanatik bayaran menekan pemerintah untuk menghukum
mati Jamila. Ia dijebloskan ke penjara khusus wanita yang dikepalai oleh Ria,
sipir yang tegas dan ditakuti. Ditengah kasus itu, Ibrahim yang mencintai
Jamila ingin membebaskannya. Namun usahanya sia-sia. Jamila tidak ingin dibela
tapi dia hanya ingin bertemu presiden. Dan ia pun akhirnya ditembak mati tanpa
sempat bertemu terlebih dahulu dengan presiden.
Dari segi psikologi, film ini menggambarkan
persepsi sosial masyarakat Indonesia yang masih banyak menilai seseorang dari
statusnya dan suka ikut-ikutan anggapan banyak orang. Terbukti ketika kasus
pembunuhan Nurdin, banyak masyarakat khususnya kaum agama yang menghujat
Jamila. Mereka hanya tahu bahwa Jamila seorang pelacur dan telah membunuh
seorang menteri. Mereka tidak tahu alasan mengapa Jamila membunuh menteri
tersebut. Dan berbagai media pun ramai membicarakan dia, sehingga persepsi
masyarakat mengenai Jamila itu tidak bermoral. Bahkan yang melakukan demo dari
kalangan agamapun itu ada oknum yang membayar mereka. Seolah-olah Jamila
terpojokan, padahal jika kita lihat para menteri yang menjadi wakil rakyat
untuk membuat kebijakan justru melanggar kebijakan itu sendiri. Kebijakan
trafficking atau perdagangan manusia. Banyak menteri-menteri yang justru ikut jajan di pinggiran jalan yang kerlap
kerlip. Tapi mereka masih menutup mata akan banyaknya perdagangan manusia di
Indonesia akibat kemiskinan dan kurangnya pendidikan.
Persoalan keadilan pun masih sulit
untuk ditegakkan di Indonesia ini, karena pada kenyataannya pengadilan,
pelayanan kesehatan, hanya hormat dan tunduk pada orang kaya atau orang yang
memiliki jabatan saja. Sementara wanita dan anak yang diperdagangkan oleh oknum
hanya dipandang sebelah mata, tanpa adanya perlindungan yang nyata dan keadilan
untuk mereka. Padahal sudah jelas tercantum dalam undang-undang bahwa anak dan
wanita terlantar dilindungi oleh negara.
Persoalan agama dan iman pun masih
harus dipertanyakan di Indonesia ini. Betapa tidak, mayoritas penduduk
Indonesia itu beragama Islam. Tapi masih saja ada orang tua yang tega menjual
buah hatinya kepada orang lain gara-gara kemiskinan. Kemiskinan pun telah
mengalahkan keimanan mereka. Bahkan ayah yang seharusnya menjadi teladan bagi
anak-anaknya malah memperkosa mereka. Ayah angkat, kakak angkat bahkan ayah
kandung Jamila pun ingin mencicipi tubuhnya.
Disamping itu, lembaga
permasyarakatan di Indonesia masih berorientasi pada hukuman, bukan
rehabilitasi. Memang pada dasarnya lembaga permasyarakatan itu sebagai hukuman
untuk orang-orang yang melanggar hukum. Tapi seharusnya orang-orang yang
melanggar itu direhabilitasi dengan cara dibujuk, dimotivasi,dirangkul agar ia
menyadari kesalahannya dan tidak mau mengulanginya lagi. Bukan malah dicaci
maki dan di olok-olok. Hal ini akan membuat mental mereka menjadi down dan
labil.
Film ini pun menggambarkan tentang
kekuasaan lelaki dan ketidakberdayaan wanita. Mungkin karena sutradara film ini
salah seorang aktivis wanita, jadi ia mengangkat cerita bagaimana seorang
wanita itu harus maju, dan menjaga kehormatannya. Selain kekuasaan, film ini pun menggambarkan
mengenai sistem politik di negeri ini. Adanya oknum-oknum yang membayar
orang-orang atas nama agama agar menyudutkan Jamila dihukum mati secepat
mungkin.Media pun sama, memuat berita kasus pembunuhan tersebut dengan
menyudutkan Jamila. Tidak ada yang memuat atau berpendapat mengenai alasan
Jamila membunuh Nurdin. Tapi ditengah guncangan hebat tersebut, masih ada yang
simpati kepadanya dan ingin membebaskannya. Ialah Ibrahim, pria yang jatuh
cinta pada Jamila. Cintanya pada Jamila, yang mendorong ia untuk dapat
membatalkan hukuman mati pada Jamila. Karena Ibrahim ini memiliki energi yang
besar untuk melakukan sesuatu demi orang yang dicintainya. Walaupun banyak
orang yang menghujat Jamila, Ibrahim tetap cinta padanya. Dalam hubungan
interpersonal, cinta Ibrahim ini ada hasrat dan keintiman pada Jamila. Namun
Jamila menolak bantuannya dan tetap teguh ingin bertemu presiden. Begitu juga
dengan cinta dan sayangnya Jamila kepada adiknya. Ia ingin sekali membahagiakan
dan menyekolahkan adinya, Fatimah. Tapi harapannya pupus, saat mengetahui
adiknya meninggal karena over dosis. Emosinya semakin meluap kepada ayahnya,
pada germo yang memaksa adiknya untuk mengkonsumsi shabu-shabu agar kuat
melayani tamu.
Dilihat dari psikologisnya, Jamila
ini merasa sangat tertekan dan mungkin baginya kematian ialah jalan
satu-satunya untuk melepaskan semua kepahitan hidup yang telah ia jalani. Himpitan
ekonomi membuat Jamila menjadi korban dari kebiadaban ayahnya yang tega
menjualnya. Ibunya pun tak punya kuasa untuk melindungi Jamila. Pemerkosaan,
pembunuhan, pelacuran yang telah dialaminya menjadi dilema tersendiri. Di sisi
lain, ia ingin menjaga kehormatannya, tapi di sisi lain ia membunuh orang yang
telah merenggur kesuciannya. Dalam kesunyian itu, ia pun menemukan kebahagiaan,
kasih sayang, ketentraman yang dirasakannya saat bersama Nurdin. Tapi bak
ibarat lagu “kau ajak ku melayang tinggi dan
kau hempaskan ku ke bumi, ku mainkan
sesuka hati lalu ku kau tinggal pergi”.
Setelah diiming-imingi status oleh Nurdin, dibelikan apapun dan dibahagiakan,
tapi pada akhirnya Nurdin tidak menikahi Jamilah dan tak mengakui kandungannya.
Betapa labilnya kondisi mental dan fisik Jamila saat itu. Setelah pembunuhan
Nurdin terungkap, Jamila ditekan berbagai pihak. Emosi Jamila meluap-luap. Ia
ingin bertemu presiden, karena menurutnya presidenlah yang bertanggung jawab
atas semua ini. Atas perdagangan anak dan wanita, juga kemiskinan.
Kemiskinan di Indonesia menyebabkan
berbagai pemasalahan sosial, tapi orang-orang miskin tersebut tidak dapat
berbuat apa-apa. Karena keadilan di negeri ini berpihak kepada uang. Uang pun
dapat melupakan semuanya harga diri, persahabatan, ikatan keluarga, bahkan
iman. Sehingga orang-orang miskin terlantar dan tak dapat memperoleh keadilan,
dihantui dengan kelaparan, penyakit, pelecehan seksual, pemerkosaan, dan lain
sebagainya. Seperti akhir puisi yang pernah saya tulis..
Tuhan, bukan kami menyerah karena tidak
memiliki apa yang seharusnya dimiliki..
Tapi dunia terlalu kejam saat ku rasakan..
Esok hari saya bertemu dengan anjing
Lusanya saya bertemu dengan serigala
Adakah orang yang cakap mulia?
Orang miskin hanya bisa berdoa,
Mereka binasa oleh para penguasa
Tenggelam di makan usia
Film “Jamila dan Sang Presiden” ini
menyimpan banyak pesan moral dan sarat akan makna. Sebagai mahasiswa yang
berperan sebagai agent of change, social
control dan iron stock maka persoalan trafficking ini harus diatasi secara
bersama-sama, bukan hanya pemerintah saja. Oleh karena itu, perlu adanya
kepekaan sosial terhadap lingkungan sekitan dengan berbagai permasalahan sosial
yang ada. Dan wawasan kita harus lebih luas lagi dalam menyikapi masalah sosial
agar tidak terjebak dalam common sense
yang salah. Sehingga persepsi sosial, konsep diri, hubungan interpersonal,
sikap, pengaruh sosial terhadap suatu permasalahan dapat dilakukan secara luas
dengan berbagai sudut pandang, kondisi, karakter yang bersangkutan.